Tak Ada Yang Peduli Gunung Bawakaraeng Terbakar
RakyatBugis.Com - Tak Ada Yang Peduli Gunung Bawakaraeng Terbakar. Kebakaran skala kecil sudah terjadi di kawasan Gunung Bawakaraeng sejak sebulan lalu. Kala itu sejumlah pecinta alam yang peduli bahu membahu memadamkan api dengan alat seadanya, api pun masih bisa dikendalikan. Akhir pekan lalu, kebakaran skala besar sudah mulai terjadi di Kawasan Gunung Bawakaraeng, kini kondisinya diluar kendali.
Beberapa pencinta alam melaporkan, bahwa api dengan intensitas besar menjalar dari arah pendakian Jalur Majannang dan Lembah Loe.
Indra J Mae, dari Yayasan Wahana Trisula yang melakukan survey untuk pemetaan penghijauan di Kawasan Danau Tanralili Gunung Bawakaraeng – Lompobattang pada 17 – 19 Oktober 2015 mengatakan, kebakaran yang terjadi di sana adalah yang terparah dan paling mengerikan yang pernah ia alami.
Sebagaimana tulisannya di laman Facebook pribadinya, Indra melaporkan kondisi hari kedua mereka melakukan survey.
Kebakaran yang terjadi di Kawasan Gunung Bawakarang dan Lompobattang seperti dibiarkan begitu saja. Belum ada upaya nyata dari para pemangku kepentinggan untuk memadamkan api. Tata Mandong yang mendiami Lembah Ramma sudah was was karena posisinya dikelilingi oleh dua pebukitan.
Memang, Gunung Bawakaraeng berada di daerah ketinggian Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mungkin kondisi ini menjadi alasan belum adanya penanganan serius memadamkan api.
Padahal, secara ekologis gunung ini memiliki posisi penting karena menjadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai. Kondisinya yang cukup penting, ternyata tidak sebanding dengan perlindungannya.
Asap Mulai Mengganggu
Pertama kali mendengar Gunung Bawakaraeng terbakat, hingga kini belum ada upaya dari para pemangku kepentinggan untuk memadamkannya. Kehobohan atas kebakaran di Bawakaraeng pun awalnya hanya dilingkungan penggiat alam bebas saja. Media lokal bahkan terlihat tidak begitu tertarik untuk mengulasnya. Malah tidak sedikit yang memilih untuk mengulas asap yang terjadi di Riau dan Kalimantan.
Barulah Sabtu 24 Oktober 2015, sejumlah media mulai mengulas asap yang menyelimuti Makassar. Itupun karena sebanyak 7 penerbangan Lion Air di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar delay. Padahal sejak 19 Oktober telah tercatat sebanyak 98 penerbangan terganggu akibat asap.
Memang belum bisa dipastikan, apakah asap yang melanda Makassar murni dari Gunung Bawakaraeng atau kiriman dari Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Karena kedua wilayah ini juga tengah dilanda kebakaran hutan. Bandara di Sulbar akhir pekan lalu bahkan harus ditutup selama tiga hari akibat kabut asap.
Kepala Dinas Kehutanan Sulsel Sukri Mattinetta sebagimana dilansir Rakyatku mengatakan, saat ini ada 30 titik api di Sulawesi Selatan. “Dan hingga kini sudah 138 hektar yang habis dilalap api,” katanya sembari mengatakan, tim pengendali telah bekerja di lapangan.
Pojok Sulsel juga melaporkan bahwa akibat kebakaran hutan di Gunung Bawakaraeng, empat kecamatan di Kabupaten Sinjai diselimuti asap tebal. Keempat kecamatan itu, Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai Borong, Buluppoddo, dan Kecamatan Sinjai Tengah.
Beberapa warga masih melakukan aktivitasnya seperti biasa tanpa menggunakan masker. Walau begitu, warga sangat berharap pemerintah untuk segera turun tangan melakukan pencegahan. Jangan malah menunggu banyak warga terserang ispa baru masker dibagikan. [http://bicara.id]
Beberapa pencinta alam melaporkan, bahwa api dengan intensitas besar menjalar dari arah pendakian Jalur Majannang dan Lembah Loe.
Indra J Mae, dari Yayasan Wahana Trisula yang melakukan survey untuk pemetaan penghijauan di Kawasan Danau Tanralili Gunung Bawakaraeng – Lompobattang pada 17 – 19 Oktober 2015 mengatakan, kebakaran yang terjadi di sana adalah yang terparah dan paling mengerikan yang pernah ia alami.
Sebagaimana tulisannya di laman Facebook pribadinya, Indra melaporkan kondisi hari kedua mereka melakukan survey.
Tim menghadapi kondisi darurat ketika dalam sekejap kawasan ini tiba-tiba dikelilingi jilatan api yang menjalar dari pegunungan Lompobattang. Api ditengah musim pancaroba ini betul-betul bergerak dengan cepat, bersenyawa dengan angin menerjang hutan yang sudah berbulan-bulan mengering di sekeliling kawasan ini hingga ludes terbakar.Eko Rusdianto dalam laporannya Kala Api Melalap Dua Gunung Penjaga Pasokan Air Sulsel di Mongabay juga melaporkan api menghampiri jalur pendakian Gunung Bawakareng, tepatnya diantara Pos V dan VI dan terus menjalar hingga ke Pos VII. Kondisi di Pos IX sendiri telah diselimuti kabut asap.
Dalam hitungan menit, lingkaran api sudah ada diatas kami. Seumur-umur menjadi penggiat alam bebas, saya baru kali ini melihat api membakar hutan dan gunung begitu mudahnya.
Dalam kondisi darurat itu, kami segera meninggalkan lokasi pada jam 3 dini hari untuk menghindari kemungkinan terjebak dalam lingkaran api. Kami harus berhenti disebuah sungai untuk menunggu api yang membakar jalur keluar dari kawasan Gunung Lompobattang.
Kebakaran yang terjadi di Kawasan Gunung Bawakarang dan Lompobattang seperti dibiarkan begitu saja. Belum ada upaya nyata dari para pemangku kepentinggan untuk memadamkan api. Tata Mandong yang mendiami Lembah Ramma sudah was was karena posisinya dikelilingi oleh dua pebukitan.
Memang, Gunung Bawakaraeng berada di daerah ketinggian Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mungkin kondisi ini menjadi alasan belum adanya penanganan serius memadamkan api.
Padahal, secara ekologis gunung ini memiliki posisi penting karena menjadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai. Kondisinya yang cukup penting, ternyata tidak sebanding dengan perlindungannya.
Kondisi kebakaran di malam hari
Api dengan cepat menjalar dari lereng ke lereng gunung lainnya
Asap Mulai Mengganggu
Pertama kali mendengar Gunung Bawakaraeng terbakat, hingga kini belum ada upaya dari para pemangku kepentinggan untuk memadamkannya. Kehobohan atas kebakaran di Bawakaraeng pun awalnya hanya dilingkungan penggiat alam bebas saja. Media lokal bahkan terlihat tidak begitu tertarik untuk mengulasnya. Malah tidak sedikit yang memilih untuk mengulas asap yang terjadi di Riau dan Kalimantan.
Barulah Sabtu 24 Oktober 2015, sejumlah media mulai mengulas asap yang menyelimuti Makassar. Itupun karena sebanyak 7 penerbangan Lion Air di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar delay. Padahal sejak 19 Oktober telah tercatat sebanyak 98 penerbangan terganggu akibat asap.
Memang belum bisa dipastikan, apakah asap yang melanda Makassar murni dari Gunung Bawakaraeng atau kiriman dari Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Karena kedua wilayah ini juga tengah dilanda kebakaran hutan. Bandara di Sulbar akhir pekan lalu bahkan harus ditutup selama tiga hari akibat kabut asap.
Kepala Dinas Kehutanan Sulsel Sukri Mattinetta sebagimana dilansir Rakyatku mengatakan, saat ini ada 30 titik api di Sulawesi Selatan. “Dan hingga kini sudah 138 hektar yang habis dilalap api,” katanya sembari mengatakan, tim pengendali telah bekerja di lapangan.
Pojok Sulsel juga melaporkan bahwa akibat kebakaran hutan di Gunung Bawakaraeng, empat kecamatan di Kabupaten Sinjai diselimuti asap tebal. Keempat kecamatan itu, Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai Borong, Buluppoddo, dan Kecamatan Sinjai Tengah.
Beberapa warga masih melakukan aktivitasnya seperti biasa tanpa menggunakan masker. Walau begitu, warga sangat berharap pemerintah untuk segera turun tangan melakukan pencegahan. Jangan malah menunggu banyak warga terserang ispa baru masker dibagikan. [http://bicara.id]
Belum ada Komentar untuk "Tak Ada Yang Peduli Gunung Bawakaraeng Terbakar"
Posting Komentar